Mengapa Ular Piton Makin Sering Mangsa Manusia? Ini Penjelasan Pakar IPB

Berita, Nasional505 Dilihat
banner 468x60

Yaqra.com — Fenomena mengejutkan terjadi di berbagai daerah khususnya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, ketika seekor ular piton memangsa seorang Warga dan ramai diberbagai media sosial. Tak hanya itu, puluhan ular piton juga muncul di tepi Danau Buyan, Bali. Kasus-kasus ini menimbulkan kekhawatiran dan rasa ingin tahu di masyarakat: apa sebenarnya penyebab konflik antara manusia dan ular piton? Menurut Dr Abdul Haris Mustari, pakar ekologi satwa liar dari IPB University dan dosen di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, fenomena ini bukanlah hal baru.

“Konflik ini sudah terjadi dalam satu dekade terakhir. Faktor utama adalah deforestasi dan fragmentasi habitat,” jelas Dr Haris.

banner 336x280

Ular Kehilangan Rumahnya Deforestasi dan fragmentasi habitat mengacu pada perusakan hutan yang dijadikan lahan tambang, kebun sawit dan karet, pemukiman, hingga pembangunan infrastruktur. Akibatnya, ular piton kehilangan ruang hidup alaminya.

“Dulu, hutan merupakan tempat piton berlindung dan mendapatkan mangsanya. Sekarang, banyak kawasan hutan berubah,” tambahnya. Dengan hilangnya vegetasi alami, kontak langsung antara manusia dan ular pun meningkat. Menariknya, Dr Haris menyebut bahwa bukan ular yang mendatangi manusia, melainkan manusialah yang kian masuk ke wilayah hutan.

“Yang terjadi sebenarnya bukan satwa yang masuk kampung, tapi kampung dan manusialah yang semakin intensif masuk hutan,” tegasnya.

Mangsa Alami Hilang, Manusia Jadi Target Ular piton besar biasa memangsa hewan liar seperti babi hutan, rusa, kijang, dan primata. Namun, ketika mangsa-mangsa ini mulai langka karena habitat rusak, ular pun mencari alternatif: ayam, kambing, sapi, bahkan manusia dalam kasus ekstrem.

Sebagai predator oportunis, piton akan memangsa apa pun yang memungkinkan. “Piton hanya memangsa hewan hidup. Ia menyergap mangsanya, melilit, mematahkan tulang, lalu menelannya utuh,” jelas Dr Haris. Ular ini juga sangat adaptif. Mereka bisa hidup di hutan primer, sekunder, bahkan di sekitar saluran air perkotaan.

Solusi: Edukasi dan Pelestarian Habitat Dr Haris menyebut bahwa mitigasi konflik manusia-piton harus segera dilakukan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Langkah jangka pendek misalnya dengan menetapkan zonasi risiko di daerah rawan konflik dan edukasi warga tentang cara mengenali dan menghadapi piton.

Sedangkan langkah jangka panjang bisa dilakukan denan menjaga habitat asli seperti hutan primer dan sekunder, kawasan karst, dan hutan riparian (yang berbatasan dengan sungai atau danau). “Edukasi juga penting. Banyak kasus terjadi karena masyarakat tidak tahu cara mengenali piton atau langkah evakuasi saat berhadapan dengan ular,” imbuhnya. Konflik manusia dan ular piton bukanlah tentang hewan buas yang menyerang, melainkan tentang makhluk liar yang kehilangan tempat tinggal dan sumber makanannya. Ketika kita membuka hutan untuk pertambangan, perkebunan, atau perumahan, kita membawa diri kita ke dalam habitat mereka—dan benturan pun terjadi. Solusinya bukan dengan membasmi ular, tetapi dengan menjaga keseimbangan alam.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Mengapa Kita Makin Sering Bertemu Ular Piton? Ini Penjelasan Pakar IPB”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/sains/read/2025/08/07/073627923/mengapa-kita-makin-sering-bertemu-ular-piton-ini-penjelasan-pakar-ipb.Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6Download aplikasi: https://kmp.im/app6

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *