Yaqra.com, Luwu Utara — Praktik pernikahan yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) di Kabupaten Luwu Utara masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2025, tercatat sebanyak 195 pasangan diketahui menjalani pernikahan yang tidak tercatat secara resmi oleh negara.
Data tersebut terungkap saat para pasangan tersebut melakukan berbagai urusan administrasi di Pengadilan Agama Masamba, Kabupaten Luwu Utara.
Staf PTSP Pengadilan Agama Luwu Utara Bidang Informasi dan Data, Dedi, menyebutkan bahwa istilah nikah siri sebetulnya cukup sensitif untuk digunakan.
“Agak sensitif kalau kita sebut nikah siri, mungkin lebih tepatnya nikah yang tidak tercatat,” ujar Dedi.
Menurutnya, pernikahan tersebut tetap sah secara agama, namun tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara karena tidak didaftarkan di KUA.
“Nikah siri tetap sah di mata agama, namun tidak sah di mata hukum negara,” jelasnya.
Dedi menjelaskan, praktik pernikahan yang tidak tercatat ini biasanya terungkap ketika pasangan bersangkutan datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus berbagai keperluan administratif.
“Pernikahan tidak tercatat ini kita ketahui saat mereka datang meminta surat keterangan nikah untuk keperluan naik haji, pembuatan akta kelahiran anak, keperluan sekolah, umrah, maupun pengurusan Kartu Keluarga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dedi menambahkan bahwa angka 195 kasus tersebut hanyalah data pasangan yang datang dan terdata secara resmi di Pengadilan Agama.
“Angka 195 pernikahan yang tidak tercatat itu adalah yang datang ke sini untuk pengurusan administrasi, dan kemungkinan masih ada lagi yang belum kita ketahui,” tambahnya.
Berdasarkan wilayah, praktik pernikahan tidak tercatat paling banyak ditemukan di Kecamatan Seko, dengan jumlah mencapai 70 pasangan lebih. Faktor utama penyebabnya adalah kondisi geografis yang sulit dan jarak yang sangat jauh dari pusat pemerintahan.
“Di Kecamatan Seko ada sekitar 70 pernikahan yang tidak tercatat, selebihnya merata di kecamatan lain. Yang paling sedikit terjadi di Kecamatan Masamba,” pungkas Dedi.
Fenomena ini menjadi perhatian serius, mengingat pernikahan yang tidak tercatat berpotensi menimbulkan berbagai persoalan hukum di kemudian hari, terutama terkait hak perempuan dan anak, administrasi kependudukan, serta perlindungan hukum dari negara.













